Nama : Aghsal Ilham Ramadhan
NPM :
119020002
Mata Kuliah :
PTI
Kelas : Manajemen A
Asal Usul Tari Sintren Cirebon
Menurut
masyarakat sekitar, Sintren berasal dari dua kata yaitu si yang berarti
“sang” dan tren yang berarti “putri”. Jika gabungkan kedua kata tersebut
akan menjadi “sang putri”. Nah, menurut cerita rakyat dari Cirebon, dahulu kala
ada kisah percintaan antara Ki Joko Bahu dan seorang putri bernama Rantamsari.
Namun, hubungan tersebut tidak mendapat restu dari Sultan Agung Raja Mataram
sehingga kedua orang tersebut terpisah.
Sampai
akhirnya Ki Joko Bahu dikabarkan mangkat. Tak percaya dengan kabar tersebut,
Rantamsari kemudian mencari kekasihnya dengan menyamar menjadi penari Sintren.
Sampai ajal menjemputnya pun putri Rantamsari tak pernah menemukan kekasihnya.
Itulah mengapa kata Sintren sangat lekat dengan makna sang putri. Sejak dulu
masyarakat percaya bahwa roh yang masuk ke tubuh penari adalah roh dari
Rantamsari
Keunikan Dalam Tari Sintren
Dalam pementasannya, nggak sembarang orang bisa menjadi
penari Sintren, lho. Ada beberapa syarat khusus yang harus dipenuhi
untuk menjadi penari utamanya. Penari Sintren harus masih lajang dan nggak pernah
tersentuh oleh laki-laki masih perawan Penari tersebut juga harus melakukan
puasa terlebih dahulu sebelum pementasan agar benar-benar suci dan bersih. Hal
ini bertujuan agar roh yang memasuki penari nanti nggak kesulitan untuk
merasuki tubuh penari.
Ketika alunan musik bernuansa mistis tersebut mulai dimainkan,
kemudian sang pawang mulai beraksi dengan membacakan doa-doa. Penari sebelumnya
menggunakan pakaian putih dan kacamata hitam dengan kondisi terikat oleh tali.
Setelah itu pawang memasukkannya ke dalam kurungan tertutup dan memberikan kostum
khusus. Kostum ini hampir mirip dengan kostum yang digunakan untuk wayang
orang, Sahabat.
Nah, ini yang membuat penasaran banyak orang. Dalam kondisi tubuh
terikat dan di dalam kurungan yang gelap, tiba-tiba penari sudah terlepas dari
tali dan mengenakan pakaian saat kurungan dibuka oleh pawang.
Tarian Mistis Saat Purnama Tiba
Setelah pawang selesai membacakan
doa, kemudian dupa diputar-putarkan di atas kurungan dengan iringan musik tetap
dimainkan. Pada akhirnya, pawang membuka kurungan tersebut dan terlihat
penarinya sudah terlepas dari tali yang mengikatnya dan sudah mengenakan
kostum. Inilah yang menjadi salah satu keunikan dari tari Sintren.
Penari akan langsung menari tanpa
adanya komando sebelumnya. Dengan gerakan tangan sederhana dan kaki yang dihentak-hentakkan
pertanda pertunjukan sudah dimulai. Setelah selesai, biasanya penari akan
dibantu dengan pawangnya untuk berputar mengambil uang saweran dari penonton.
Jika secara nggak sengaja melakukan kontak langsung dengan laki-laki
maka penari Sintren akan langsung pingsan. Nantinya, pawang akan memasukkan roh
kembali ke tubuh penari tersebut agar dapat berdiri lagi.
Biasanya pementasan tari Sintren ini
akan dilaksanakan pada malam hari saat bulan purnama. Hal ini berhubungan
dengan roh halus yang masuk ke dalam tubuh penari tersebut. Namun seiring
perkembangan zaman, kini tari Sintren dapat dilakukan kapanpun untuk tujuan
menghibur wisatawan. Tari Sintren ini juga sering dipentaskan pada acara
tertentu seperti pernikahan, khitanan atau haSahabat bisa menyiapkan waktu
untuk berkunjung ke Cirebon dan melihat pementasan tari Sintren. Menyaksikan
langsung tarian ini akan memberikan kesan tersendiri untuk Sahabat. Yuk,
segera agendakan kunjunganmu
Salah satu kesenian yang ada
di Cirebon adalah seni tari yang
disebut dengan tari sintren, kesenian tari ini merupakan seni tari yang khas
dari daerah Cirebon.
Seni tari sintren sendiri mengandung unsur magis sehingga tidak boleh untuk
dibuat mainan, tari sintren ini biasanya dibawakan oleh seorang wanita yang
mengenakan kostum khusus dan berkacamata hitam, sebelum melakukan tarian ini
biasanya sang penari akan masuk ke dalam sebuah kurungan yang ditutup oleh
kain.
Selain dari kisah perjuangan
pemuda-pemuda Cirebon lewat syair-syair penyemangat dalam pagelaran sintren,
kesenian sintren di Cirebon juga menampilkan lirik-lirik legenda romantisme
antara Selasih dan Sulandana yang populer dikalangan masyarakat suku Jawa, hal tersebut
dikarenakan letak Cirebon yang berdekatan langsung dengan tanah budaya Jawa
mengakibatkan tingginya interaksi sosial antara suku Cirebon dengan suku Jawa.
Persyaratan Penari :
Untuk menjadi seorang penari
sintren maka sang penari tersebut harus dalam keadaan suci dan bersih, sebelum
melakukan pementasan maka sang penari harus melakukan puasa terlebih dahulu dan
menjaga agar tidak berbuat dosa, hal ini ditujukan agar roh tidak akan
mengalami kesulitan untuk masuk dalam tubuh penari.
Sintren Sebagai Media Dakwah :
Sintren seperti halnya kesenian
Cirebon yang lainnya juga dipergunakan oleh para wali untuk menyebarkan dakwah
Islam dan mengajarkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari, pada
pagelaran sintren di wilayah Cirebon, penari sintren
yang dalam keadaan tidak sadar dan kemudian menari, ketika dilemparkan uang
dengan jumlah berapapun akan mengakibatkan penarinya jatuh dan tidak bisa
berdiri sendiri sebelum didirikan oleh dalang sintren, menurut uli
sintren yang merupakan dalang
sintren dari sanggar tari uli,sintern malangana nilai-nilai dakwah Islam yang
dibawa oleh pagelaran sintren adalah :
- Ranggap (Kurungan Ayam), bentuk kurungan ayam yang melengkung berusaha mengingatkan pada manusia yang menyaksikan bahwa bentuk melengkung itulah bentuk dari fase hidup manusia dimana manusia dari bawah akan berusaha menuju puncak, namun setelah berada dipuncaknya manusia kembali lagi ke bawah, dari tanah kembali menjadi tanah, dilahirkan dalam keadaan lemah akan kembali pada keadaan yang lemah pula.
- Duit (Uang), uang yang dilempar membuat penari sintren langsung jatuh lemas bermakna di dalam kehidupan manusia jangan selalu mendahulukan duniawi, terlalu serakah ke duniawi akan membuat manusia jatuh.
- Kesenian tari sintren pada mulanya dipentaskan pada waktu yang sunyi di saat malam bulan purnama karena kesenian tari ini berhubungan dengan roh halus yang masuk ke dalam sang penari, namun kini pementasan tari sintren tidak lagi dilakukan pada malam bulan purnama melainkan dapat juga dipentaskan pada siang hari dan bertujuan untuk menghibur wisatawan serta memeriahkan acara hajatan.
Melestarikan Sintren
Kesenian
tari sintren merupakan kesenian tradisional yang harus terus dijaga dan
dilestarikan agar tidak menghilang apalagi di tengah arus globalisasi yang mana
saat ini telah banyak hiburan canggih yang berasal dari luar negeri dan sedikit
demi sedikit akan semakin menggusur kesenian trdisional, untuk itu pemerintah
dan masyarakat perlu memperhatikan kelangsungan dari tari sintren ini.Salah
satu kesenian tradisional yang dimiliki oleh Cirebon adalah tari sintren yang
mana tari tradisional yang menggambarkan kesucian dari seorang wanita ini
mengandung unsur magis.
Lyric
atau Syair Sintren :
Ketika memasuki ruang pagelaran Sintren, pesinden melantunkan syair seperti dibawah iniKesenian tari sintren merupakan kesenian tradisional yang harus terus dijaga dan dilestarikan agar tidak menghilang apalagi di tengah arus globalisasi yang mana saat ini telah banyak hiburan canggih yang berasal dari luar negeri dan sedikit demi sedikit dan maju
Menurutnya, pada era penyebaran Islam oleh para Wali Songo, kesenian sintren ditampilkan sebagai hiburan rakyat dengan nilai-nilai Islam yang sudah dimasukkan ke dalamnya."Para wali dulu, budaya dan seni tidak dihilangkan. Tapi bersikap familiar. Ini yang disebut sebagai islamisasi kultur atau islamisasi budaya," kata Hajam.
Ketika ada segelitir orang yang mengatakan kalau kesenian sintren itu musyrik, Hazam justru memiliki pandangan berbeda. Ia secara gamblang menyebut, kesenian sintren tidaklah musyrik, karena musyrik sendiri artinya percaya atau meyakini sesuatu selain Allah SWT. Meski konon disebutkan bahwa atraksi sintren turut melibatkan hal-hal bersifat 'gaib'.
Sebenarnya tidak musyrik. musyrik sendiri artinya percaya atau meyakini sesuatu selain Allah. Sintren itu kan hanya kesenian," tuturnya.Menurut Hajam, banyak sekali elemen sintren yang mengandung nilai-nilai ajaran agama Islam. Di antaranya, bentuk kurungan ayam yang melengkung. Hal ini bermakna bahwa fase hidup manusia ialah dari bawah akan berusaha menuju puncak.
"Namun setelah berada di puncak, ia akan kembali lagi ke bawah, yakni dari tanah kembali menjadi tanah, dilahirkan dalam keadaan lemah nantinya kembali lagi keadaan yang lemah pula," kata Hajam menandaskan.
Menurut informasi yang dirangkum Okezone dari berbagai sumber, nama sintren sendiri berasal dari dua suku kata, yakni kata sindir dan tetaren. Dua kata tersebut memiliki arti, menyindir menggunakan syair-syair sajak. Awalnya kegitan, ini merupakan aktivitas pemuda, yang saling bercerita dan memberikan semangat satu sama lain, khususnya, setelah kekalahan besar pada perang Besar Cirebon yang berakhir sekitar tahun 1818.Ada juga yang menyebut, kalau kata sintren berasal dari dua kata si dan tren, yang artinya adalah 'ia putri', maknanya sebenarnya yaitu, yang menari bukan lah si penari sintren, tapi roh seorang putri.
Dalam versi ini, sintren sendiri mengisahkan, soal kisah percintaan Ki Joko Bahu dengan Rantamsari, yang tidak disetujui oleh Sultan Agung, sang Raja Mataram. Kemudian, karena tak diberi restu, akhirnya Ki Joko Bahu dan Rantamsari dipisahkan.
Saat hendak dipisahkan, tersiar kabar jika Ki Joko Bahu meninggal. Akan tetapi, Rantamsari tetap mencari kekasihnya dengan menyamar sebagai penari sintren, karena merasa tidak percaya. Kesenian sintren pun hingga kini masih tetap lestari dan kerap dipertunjukkan di kampung-kampung saat acara tertentu seperti hajatan pernikahan, khitanan dan sebagainya.
Di
dalam kesenian Sintren ini ada suatu istilah yaitu Balangan, yaitu situasi saat
penari Sintren sedang menari, lalu penonton ada yang melempari sesuatu ke arah
sintren. Setiap terkena lemparan, penari sintren akan jatuh pingsan. Selain
itu, ada juga istilah Temohan yaitu dimana penari sintren dengan tampah atau
nampan mendekati penonton untuk meminta tanda terima kasih berupa uang.
Untuk
busana penari, busana yang digunakan terbagi menjadi dua yaitu, busana saat
sebelum melakukan pertunjukan yaitu pakaian sehari – hari dan busana saat me\\\\\\nari,
yaitu baju golek, sampur, kain, kacamata, dll.
Alat
musik yang digunakan dalam kesenian Sintren ini adalah bumbung besar. Namun,
karena adanya perkembangan zaman, alat music menjadi lebih modern. Pengiring
sudah banyak yang memakai gamelan, bahkan organ tunggal.
Waktu
yang tepat untuk menampilkan Pertunjukan Sintren adalah pada saat malam hari di
bulan purnama atau pun di malam jumat kliwon.
Fungsi
dari adanya kesenian Sintren ini adalah sebagai sarana hiburan masyarakat
yaitu, Apresiasi seni dan nilai-nilai estetik masyarakat., digunakan untuk
keperluan upacara-upacara ritual seperti : bersih desa, sedekah laut, upacara
tolak bala, nadzar, ruwatan dan pernikahan. Selain itu juga untuk memeriahkan
peringatan hari-hari besar, seperti hari ulang tahun kemerdekaan, hari jadi.
Seni sintren ternyata tidak hanya hidup di daerah Kabupaten Majalengka,
Indramayu dan Cirebon. Tapi juga hidup di Desa Dukuhbadag, Kecamatan Cibingbin,
Kabupaten Kuningan.
SENI tradisi sintren, sebenarnya tidak hanya dimiliki warga Cirebon,
namun juga warga pesisir lainnya dari mulai Subang sampai Pekalongan
Jawa Tengah. Meski sempat redup beberapa tahun belakang, namun saat
ini “nyala api” sintren terlihat mulai kembali.
Sejumlah even dari mulai budaya sampai bisnis seperti pembukaan sebuah
pameran mulai menampilkan seni yang kental dengan nuansa mistis
tersebut.
SENI tradisi sintren, sebenarnya tidak hanya dimiliki warga Cirebon,
namun juga warga pesisir lainnya dari mulai Subang sampai Pekalongan
Jawa Tengah. Meski sempat redup beberapa tahun belakang, namun saat
ini “nyala api” sintren terlihat mulai kembali.
Sejumlah even dari mulai budaya sampai bisnis seperti pembukaan sebuah
pameran mulai menampilkan seni yang kental dengan nuansa mistis
tersebut.
Berdasarkan keterangan dari berbagai sumber kalangan seniman
tradisi
cirebon, Sintren mulai dikenal pada awal tahun 1940-an. Nama sintren
sendiri tidak jelas berasal dari mana. Namun konon sintren adalah nama
penari yang masih gadis yang menjadi pemain utama dalam pertunjukan
itu.sintren diperankan seorang gadis yang masih suci, dibantu oleh pawang dengan diiringi gending 6 orang. Dalam perkembangannya tari sintren sebagai hiburan budaya, kemudian dilengkapi dengan penari pendamping dan bodor (lawak).
cirebon, Sintren mulai dikenal pada awal tahun 1940-an. Nama sintren
sendiri tidak jelas berasal dari mana. Namun konon sintren adalah nama
penari yang masih gadis yang menjadi pemain utama dalam pertunjukan
itu.sintren diperankan seorang gadis yang masih suci, dibantu oleh pawang dengan diiringi gending 6 orang. Dalam perkembangannya tari sintren sebagai hiburan budaya, kemudian dilengkapi dengan penari pendamping dan bodor (lawak).
Dalam permainan kesenian rakyat pun Dewi Lanjar berpengaruh
antara lain dalam permainan Sintren, si pawang (dalang) sering mengundang Roh
Dewi Lanjar untuk masuk ke dalam permainan Sintren. Bila, roh Dewi Lanjar
berhasil diundang, maka penari Sintren akan terlihat lebih cantik dan
membawakan tarian lebih lincah dan mempesona.
Sintren adalah sebutan kepada peran utama dalam satu jenis kesenian. Tapi
akhirnya sebutan itu menjadi satu nama jenis kesenian yang disebut sintren.
Sintren asal kata sesantrian artinya meniru santri bermain lais, debus, rudat
atau ubrug dengan menggunakan magic (ilmu ghaib).Seni sintren ternyata tidak hanya hidup di daerah Kabupaten Majalengka, Indramayu dan Cirebon. Tapi juga hidup di Desa Dukuhbadag, Kecamatan Cibingbin, Kabupaten Kuningan.
Menurut, Udin Sahrudin, tokoh sintren di Desa Dukuhbadag, munculnya seni sintren di Kuningan belum bisa dipastikan. Sebab sampai sekarang belum ada penelitian ilmiah, tapi yang jelas sejak tahun 1930 sudah banyak warga Desa Dukuhbadag yang mengadakan pertunjukan seni sintren terutama pada acara pesta khitanan dan pernikahan.
“Dulu yang pertama kali menjadi pimpinan seni sintren di Desa Dukuhbadag yakni Ibu Warjiah, tapi saya tidak tahu pasti dari mana awal perkembangan seni sintren itu,” kata Udin Sahrudin.
Berdasarkan cerita orang tua dulu, lanjut dia, sini sintren di Dukuhbadag dibawa oleh orang dari daerah lain yang sengaja untuk mencari nafkah yakni sebagai Kukurung. Kukurung merupakan bahasa dialek masyarakat Desa Dukuhbadag yang ditujukan kepada orang yang sedang memcari nafkah dengan cara menjual jasa memanen padi.
Dia menjelaskan, mereka (kukurung) diperkirakan datang dari daerah perbatasan Kecamatan Cibingbin Kabupaten Kuningan dengan Kecamatan Banjarharja Kabupaten Brebes Jawa Tengah. Diantaranya saja Desa Cibendung, Cikakak, Karangjunti, Pande, Dukuhjeruk dan Desa Randegan. Ada pula yang datang dari daerah perbatasan Kabupaten Cirebon, diantaranya Desa Tonjong, Cilengkrang, Ciledug, pabuaran, Cikulak, Leuweunggajah dan desa lainnya.
Kukurung-kukurung itu datang bukan saja ke Desa Dukuhbadag, tapi ke desa lain di Kecamatan Cibingbin antara lain Desa Bantarpanjang, Cisaat, Citenjo, Cibingbin, Desa Cibeureum dan Desa Tarikolot, bahkan sampai Desa Sukasari dan Tanjungkerta KecamatanKarangkancana. (Desa Cibeureum dan Desa Tarikolot, kini Kecamatan Cibeureum)
“Untuk melepas lelah, kukurung-kukurug itu mengadakan pertunjukan seni sintren, di halaman rumah warga tanpa mendapat upah dari pemilik punya rumah, kecuali jamuan alakadarnya,”imbuhnya.
Dikatakan, pertunjukan sintren tidak selamanya memerlukan panggung, mereka bermain di halaman rumah beralaskan tikar, para penabuh gamelan dan juru kawih sambil duduk, sedangkan sintren menari sambil berdiri lemah gemulai mengikuti irama irama gamelan.
“Konon kabarnya, anak yang sudah dijadikan sintren harus mengalami 21 kali pentas, lebih sempurna 40 kali pertunjukan. Hal ini dipercaya untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan bagi pribasdi sintrennya, terutama musibah. Setelah 40 hari biasanya rombongan seni tersebut mengadakan hajatan selamatan agar dijauhkan dari mara bahaya,” paparnya. (KM-03).*
Sintren adalah sebutan
kepada peran utama dalam satu jenis kesenian. Tapi akhirnya sebutan itu menjadi
satu nama jenis kesenian yang disebut sintren. Sintren asal kata sesantrian
artinya meniru santri bermain lais, debus, rudat atau ubrug dengan menggunakan
magic (ilmu ghaib). Seni sintren ternyata tidak hanya hidup di daerah
Kabupaten Majalengka, Indramayu dan Cirebon. Tapi juga hidup di Desa
Dukuhbadag, Kecamatan Cibingbin, Kabupaten Kuningan.
Menurut, Udin Sahrudin, tokoh sintren di Desa
Dukuhbadag, munculnya seni sintren di Kuningan belum bisa dipastikan. Sebab
sampai sekarang belum ada penelitian ilmiah, tapi yang jelas sejak tahun 1930
sudah banyak warga Desa Dukuhbadag yang mengadakan pertunjukan seni sintren
terutama pada acara pesta khitanan dan pernikahan.
Dulu yang pertama kali menjadi
pimpinan seni sintren di Desa Dukuhbadag yakni Ibu Warjiah,tapi saya tidak tahu
pasti dari mana awal perkembangan seni sintren itu
Kata Udin Sahrudin. Berdasarkan cerita orang
tua dulu, lanjut dia, sini sintren di Dukuhbadag dibawa oleh orang dari daerah
lain yang sengaja untuk mencari nafkah yakni sebagai Kukurung. Kukurung
merupakan bahasa dialek masyarakat Desa Dukuhbadag yang ditujukan kepada orang
yang sedang memcari nafkah dengan cara menjual jasa memanen padi. Dia
menjelaskan, mereka (kukurung) diperkirakan datang dari daerah perbatasan
Kecamatan Cibingbin Kabupaten Kuningan dengan Kecamatan Banjarharja, Brebes.
Nuansa pergelaran seni Sintren yang
ditampilkan Lingkung Seni Sekar Laras asal Majalengka itu semula masih terasa
penuh keceriaan. Penari pengiring sintren yang tampil di awal diiringi lagu
Kembang Bung (kembang rebung) yang bermakna untuk memberi daya tarik penonton
agar berkumpul.
Selangkah kemudian barulah terdengar
lagu Turun Sintren yang dibarengi munculnya penari utama yang akan menjadi
sintren. Pada fase ini nuansa mulai terasa memberikan getaran magis. Bau
kemenyan mulai tercium. Penari utama mulai diikat untuk dimasukkan ke kurungan
yang tertutup kain batik.
Suasana terasa makin mencekam saat penari utama sudah masuk kurungan untuk
dirasuki dan berdandan menjadi sintren. Selama menunggu penari utama selesai
dirasuki dan melepaskan diri dari ikatan tali serta berpakaian layaknya putri,
pimpinan LS Sintren Sekar Laras, Darto JE, menampilkan kemahirannya dalam seni
debus yang membuat penonton takjub. Salah seorang mantan penari sintren bernama
Reni (68) mengatakan, jika sosok 'bidadari' yang merasuki para pemain sintren,
memang benar adanya. Ia selalu mengalami hal tersebut, saat masih aktif menjadi
penari sintren pada rentang tahun 1971-1972. "Memang benar, pas keluar dari kurungan ayam itu, sudah enggak sadar. Kan dimasukin sama bidadari," ujarnya saat berbincang dengan
(Reni, salah satu legenda hidup penari sintren/Foto: Fathnur Rohman)
Reni menjelaskan, saat sang penari akan dimasukkan ke dalam kurungan ayam, biasanya ia akan diikat dengan seutas tali. Selanjutnya, dibacakan mantra-mantra oleh seorang pawang hingga akhirnya tak sadarkan diri. Setelah dimasukkan, sang penari tampak sudah berganti baju, dengan mengenakan kostum dan kacamata hitam.
"Kan enggak sadarkan diri, terus ditali juga. Saat keluar tiba-tiba sudah ganti pakai kostum. Terus ya langsung nari, yang gerakin badan kan bukan kita, tapi bidadari. Kalau dilempar sama uang, kita akan pingsan lagi. Nah baru saat itu, dikasih asap kemenyan biar si bidadari masuk lagi, " tuturnya.
Dia mengaku sejak kecil sudah akrab dengan kesenian sintren. Mengingat, kedua orvvangtuanya pun adalah seniman sintren di Haurgelis, Indramayu, Jawa Barat.
Reni yang kini sudah beralih profesi menjadi tukang urut ini mengaku, sudah jarang sekali masyarakat yang mau melestarikan sintren. Menurutnya, sintren hanya dimainkan pada acara-acara tertentu saja.
"Dulu saya juga mengajar kesenian sintren di desa ini. Sekarang sih saya jadi tukang urut saja, kalau ada yang nawarin saya ngajar, saya minta dibayar," ujarnya.
Orang yang turut melestarikan kesenian ini sangat terbatas. Masyarakat Indonesia saat ini tak terkecuali Pemalang, umumnya lebih mengedepankan moderenitas dalam gaya hidup mereka tetapi tidak memikirkan bagaimana moderenitas itu bisa mengangkat kebudayaan mereka sendiri. Bisa saja pertunjukan sintren ditampilkan dalam suasana yang lebih modern, misalnya lagunya agar menarik simpati masyarakat, harus menyesuaikan sesuai dengan perkembangan zaman.
Kesenian sintren ini sudah termasuk kesenian yang langka. Bahkan di Pemalang yang merupakan daerah asalnya sendiri kita sulit menemukan grup sintren. Namun, kita tidak perlu khawatir akan kelangkaan kesenian ini di masa globalisasi. Ada sebagian orang yang masih ingin melestaraikan kesenian tari sintren, diantaranya adalah group sintren Cahaya Muda yang dikelola oleh bapak Tarono. Beliau bersama rekan – rekannya ingin melihat sintren tetap digemari di zaman sekarang dan menjadi hiburan untuk masyarakat Pemalang.
B. Pengertian Sintren
Menururt wawancara yang saya lakukan kepada bapak Tarono selaku ketua pengelola salah satu sintren di Pemalang yang bernama Cahaya Muda. Menurut beliau, sintren merupakan seni tradisional yang dilestarikan oleh orang – orang sekarang. Yang dinamakan sintren yaitu seorang gadis yang benar – benar masih perawan atau belum pernah berhubungan dengan laki – laki, jika gadis sudah tidak perawan maka tidak bisa menjadi sintren, karena sintren berhubungan dengan bidadari 40. Usia minimal menjadi sintren kurang lebih adalah 20 tahun, sebelum menjadi sintren sang gadis harus berpuasa dahulu sehari dan melakukan pementasan selama 40 hari, jika sudah 40 hari harus digantikan oleh gadis lain untuk menjadi sintren, jika gadis (pengganti sebelumnya) itu sudah 40 kali juga harus digantikan, begitu seterusnya. Tetapi jika gadis yang sudah digantikan oleh gadis lain ingin menjadi sintren lagi, sewaktu – waktu bisa menjadi sintren tergantung dari pengelola dan pemian musik lainnya.
Dalam pertunjukannya biasanya ada satu sintren dan dua panji atau biasa disebut dengan badut (laki – laki), tetapi karna keterbatasan yang ada terkadang dibalik menjadi dua sintren dan satu panji. Penari sintren didampingi oleh pawang yang selalu mengikuti mereka kemanapun mereka melangkah menari, hal ini dikarenakan untuk menjaga mereka jikaulau mereka pinsan atau berhenti menari saat pertunjukan. Maksudnya adalah sintren tidak boleh disentuh laki – laki jika sintren disentuh laki – laki maka sintren akan pinsan, selain itu sintren juga akan pinsen apabila terkena lemparan uang dari penonton yang memang suka menyawer sintren, maka tugas pawang disini adalah membangunkan kembali sintren dengan cara memberikan menyan kepada sintren lalu sintren itu akan bangun dan kembali menari.
Sebenarnya, sintren tidak hanya di Jawa Tengah khususnya di Pemalang, tetapi sintren ada juga di Jawa Barat. Namun ada perbedaanya, bapak Tarono mengatakan bahwa logatnya berbeda dalam artian dalam menyampaikan tarian dan lagu – lagunya pun juga berbeda dalam mengiringi tarian sintren. Namun kepastian sejak kapan sintren mulai diperkenalkan dan muncul itu belum bisa dipastikan secara benar, dikarenakan keterbatasan yang ada.
Tujuan sintren hanyalah untuk menghibur masyarakat saja, walaupun ada unsur gaib tetapi sintren murni untuk hiburan dan tidak ada tujuan lainnya. Sintren pada tahun 1980an hampir dikatakan punah, namun semenjak tahun 2000an masyarakat Pemalang khususnya bapak Tarono ingin agar kelestraian kesenian tradisional sintren tetap dipertahankan karna bagian dari budaya Indonesia juga, untuk itu beliau menyesuaikan tarian sintren dengan zaman sekarang agar bisa menarik masyarakat luas dan giat melakukan pertunjukkan sintren di sekitar kota Pemalang.
Dalam tari sintren dilengkapi dengan pemain musik dan nyanyi – nyanyian yang khusus ditunjukan untuk roh ghaib (40 bidadari) yang memasuki badan sang gadis calon sintren. Menurut bapak Tarono lagu – lagu yang biasa dinyanyikan untuk sintren sudah dirubah agar mengikuti perkembangan zaman, namun ada satu lagu wajib yang harus dinyanyikan saat pertunjukan sintren yaitu yang berjudul Solasi Solandana yang memang diperuntukkan untuk mengundang bidadari 40. Pertunjukkan sintren biasanya dimulai pada saat malam hari antara pukul 20.00 WIB sampai dengan 23.00 WIB tergantung dari izin masyarakat sekitar yang menjadi tempat pertunjukkan sintren. Biasanya izin didapat dari dinas kebudayaan, polres pemalang, koramil dan ketua rt sekitar lokasi sintren, menurut bapak Tarono pertunjukkan sintren harus menyesuaikan dengan anak – anak sekolah, karena memang anak – anak sekolah banyak yang ikut menonton maka jika ada ujian, sintren sementara harus vakum dan tidak boleh main kecuali malam minggu dan jika ujian selesai maka sintren diperbolehkan lagi tampil. Perlengkapan dari pertunjukan sintren, diantaranya adalah :
– Kendang
– Gamelan
– Gong
– Kurungan atau Sangkar
– Kemenyan
– Bunga kamboja
– Bambang
– Sarun
Menurut penari sintren, saat melalukan pertunjukkan dia tidak merasakan apa – apa dan tidak capek walaupun melakukan tarian secara terus menerus saat musik dikumandangkan. Hal ini dikarenakan unsur bidadari 40 yang memasuki badan sang penari sintren. Untuk gerakannya sendiri tidak ditentukan, hal ini berjalan dengan sendirinya sesuai dengan kemauan sintren yang diarahkan oleh pawangnya.
Pakaian sintren sendiri bebas, warnanya juga bebas dan tidak ditentukan yang penting sopan dan mencerminkan pakaian kesenian tradisional.
C. Pelaksanaan Tari Sintren
Pertunjukkan sintren diawali dengan tembang – tembang yang dinyanyikan oleh para vokalis yang dibantu oleh pemain musik lainnya jumlahnya sekitar 15 orang. Kemudia gadis calon sintren yang mengenakan pakaian biasa dimasukkan ke dalam kurungan dalam keadaan tangan dan kaki terikat.
Setelah gadis berada di dalam kurungan kemenyanpun dibakar sementara para vokalis melantunkan tembang yang tujuannya memanggil kekuatan dari luar. Kekuatan inilah yang nantinya akan mengganti dan mendandani busana calon sintren. Selanjutnya tembang – tembang berikutnya dinyanyikan tujuannya adalah agar ikatan tali pada sintren bisa terlepas dan penggantian busana dipercepat serta nantinya sang sintren dapat menari dengan baik. Jika kurungan sintren dipegang sudah merasa tergetar itu pertanda bahwa sang kekuatan luar telah memasuki sukma si sintren dan gadis itu betul – betul menjadi sintren. Tembang – tembang selanjutnya dinyanyikan sesuai dengan permintaan sintren kemudian kurunganpun dibuka. Kini dihadapan penonton yang nampak adalah sesosok bidadari yang pakaian kebesaran lengkap dengan kaca mata hitamnya berdiri anggun memancarkan kecantikan dan menyunggikan sebuah senyum penuh misteri. Selanjutnya sang bidadari pun mulai berlenggok – lenggok menari mengikuti irama gamelan yang dimainkan oleh pemain musik atau istilahnya penabuh. Di belakang sintren seorang wanita tua yang bertindak sebagai pawang mendampinginya dengan setia. Tugas wanita tua itu menjaga sintren kalau sewaktu – waktu sintren itu jatuh pinsan atau tak sadarkan diri karena tidak sengaja bersentuhan dengan tangan lelaki. Ketika sintren menari biasanya dengan didampingi pawang membawa nyiru/tampah atau nampan mendekati penonton untuk meminta tanda terima kasih berupa uang ala kadarnya.
Suasana pertunjukkan kian menarik ketika tampil satu atau dua orang badut yang mengenakan pakaian unik menyajikan banyolan dan tingkah lucu. Sebagaimana halnya dengan kesenian tradisional lainnya, sintren berusaha tetap eksis di tengah maraknya persaingan jasa hiburan yang kian ketat.
D. Sintren dan Modernisasi
Menurut Jujun S. Suriasumantri, modernisasi adalah proses pembaruan masyarakat tradisional (konvensional) menuju masyarakat yang lebih maju dengan mengacu kepada nilai-nilai yang lebih universal tersebut. Modernisasi sebagai upaya pembaharuan dalam kehidupan suatu bangsa biasanya tumbuh sebagai akibat dari dua penyebab, pertama, perubahan tentang hidup dan kehidupan sebagai akibat peningkatan kecerdasan, kedua, keterikatan dan ketergantungan umat manusia secara universal, baik secara ekonomi maupun sosial budaya. Modernisasi pada hakikatnya merupakan serangkaian perubahan nilai-nilai dasar yang berupa nilai teori, nilai sosial, nilai ekonomi, nilai estetika, nilai politik dan nilai agama. (Daeng, Hans. J, 2000: 48).
Modernisasi telah membuka akses lebar terhadap terjadinya difusi antara budaya asli (inti) dengan budaya yang baru datang (sekunder). Sintren, sebagai suatu kesenian rakyat, juga mengalami perubahan untuk mempertahankan eksistensinya dalam persaingan di dunia hiburan rakyat. Namun, ciri kesederhanaan dari seni pertunjukkan rakyat sampai sekarang tetap menonjol. Bila terjadi sotisfikasi (kecanggihan), bukan pada garapannya, tetapi hanya pada citra lahiriahnya saja. Demikian pula dengan pertunjukkan sintren, perubahan tidak terjadi pada ritual dan kemagisannya, dalam hal ini ritual menyan, kurungan, kerasukan arwah. Perubahan terjadi pada sisi busana, lagu-lagu, alat musik, dan tempat yang digunakan. Busana yang digunakan, jika dahulu adalah kebaya (pakaian khas wanita jaman dahulu), maka busana sekarang adalah busana golek (baju tanpa lengan yang biasanya digunakan oleh penari golek). Lagu-lagu yang dilantunkan dan alat musik juga mengalami perubahan. Untuk menarik penonton, maka lagu-lagu yang dinyanyikan di awal pertunjukkan, seringkali menggunakan lagu-lagu dangdut maupun campursari yang sedang in pada saat itu. Namun ketika sintren akan memulai berdandan dan pertunjukkan akan dimulai, lagu “Solasi Solandana” menjadi lagu wajib. Lagu ini dimaksudkan untuk mengundang arwah yang akan merasuki tubuh penari.
Tempat yang digunakan saat ini, tidak seperti jaman dulu yang di tempat terbuka di atas tanah bertikar mendhong (batang rumput rawa), dikelilingi lima buah obor bambu setinggi satu setengah meter yang ditancapkan di atas tanah sebagai penerangan. Di tengah arena pertunjukkan dipasang kurungan besar terbuat dari bambu yang ditutup dengan kain. Setelah modernisasi, tempat pertunjukkan dipenuhi dengan lampu-lampu yang terang benderang, di tengah arena pertunjukkan tetap dipasang kurungan besar yang ditutup dengan kain beraneka warna.
Melalui berbagai perubahan tersebut, seni pertunjukan sintren yang saat ini tinggal di masyarakat tidaklah wingit lagi (istilah bahasa jawa untuk menyebut “mistis”), melainkan hanya sekedar hiburan rakyat sebagai wadah mempertahankan seni budaya tradisional. Selain itu, keberadaan pertunjukan seni tradisional tidak hanya akan melenggangkan eksistensi seni tersebut, karena biasanya selama pertunjukan berlangsung akan selalu diiringi dengan keberadaan pasar rakyat yang menyediakan berbagai makanan dan barang-barang tradisional. Makanan dan barang-barang tersebut saat ini tidaklah mudah ditemukan.
A. Kesimpulan
Sintren yaitu seorang gadis yang benar – benar masih perawan atau belum pernah berhubungan dengan laki – laki, jika gadis sudah tidak perawan maka tidak bisa menjadi sintren, karena sintren berhubungan dengan bidadari 40. Tujuan sintren hanyalah untuk menghibur masyarakat saja, walaupun ada unsur gaib tetapi sintren murni untuk hiburan dan tidak ada tujuan lainnya. Salah satu yang masih melestarikan kesenian sintren adalah group sintren yang di kelola oleh Bapak Tarono di Pemalang. Tentang asal – usul sejak kapan dan bagaimana proses sintren pertama kali muncul juga masih tidak bisa dibicarakan secara pasti dikarenakan keterbatasan yang ada.
Modernisasi telah membuka akses lebar terhadap terjadinya difusi antara budaya asli (inti) dengan budaya yang baru datang (sekunder). Sintren, sebagai suatu kesenian rakyat, juga mengalami perubahan untuk mempertahankan eksistensinya dalam persaingan di dunia hiburan rakyat, diantaranya adalah lagu – lagu yang dinyanyikan menyesuaikan zaman sekarang agar menarik masyarakat misalanya lagu dangdut dan campur sari yang sedang hangat di masyarakat. Selain itu dari segi busana juga sudah menyesuaikan dengan perkembangan zaman.
B. Saran
Adalah tugas kita bersama untuk menjaga atau melestarikan budaya Indonesia terutama budaya di sekitar kita. Untuk itu diperlukan adanya kesadaran budaya, hal ini ditandai dengan :
– Pengetahuan akan adanya berbagai kebudayaan suku bangsa yang masing – masing mempunyai jati diri beserta keungulan – keunggulannya
– Sikap terbuka untuk menghargai dan berusaha memahami kebudayaan suku – suku bangsa di luar suku bangsanya sendiri, dengan kata lain kesedian untuk saling kenal
– Pengetahuan akan adanya berbagai riwayat perkembangan budaya di berbagai tahap masa silam
Sintren merupakan salah satu
bagian budaya atau kesenian yang pernah ada di Tegal. Sintren juga ada di
daerah-daerah lain di wilayah pantura seperti Cirebon, Brebes, Pemalang dan
Pekalongan. Tentu, masig-masing daerah memiliki kesamaan dan perbedaan masing-masing.
Sintren adalah tarian magis yang mengandalkan roh yang merasuki tubuh sintren
sehingga dengan sendirinya sintren dapat melakukan gerakan tarian tanpa harus
mempelajari gerakan-gerakan tarian sebelumnya. Selain sintren ada juga kesenian
lain yang mrirp yaitu lais. Namun demikian sintren lebih populer dibandingkan
lais.Gerakan tarian sintren lebih kepada tarian perempuan sedangkan lais lebih
kepada gerakan tari laki-laki. Sintren tegalan diperankan oleh seorang gadis
sedangkan lais diperankan oleh jejaka atau bujang. Alat musik pengiring yang
digunakan ada kesamaan dan perbedaan. Sintren tegalan menggunakan gambang dan
gendang sebagai musik pengiring sedangkan lais menggunakan gambang dan buyung.
Meskipun sama-sama berupa tarian magis,
sintren tegalan berbeda dengan sintren yang ada di daerah lain seperti di
Cirebon dan daerah lainnya. Sintren tegalan mempunyai keunikan tersendiri.
Sintren tegalan diperankan oleh seorang perempuan yang masih perawan atau gadis
yang masih asli. Sintren tegalan diadakan pada malam hari antara jam delapan
sampai jam dua belas selama empat puluh malam berturut turut sebagai ritual
adat untuk meminta hujan. Oleh karena itu sintren tegalan diadakan pada
saat musim kemarau atau jika lama tidak turun hujan. Setelah hujan mulai turun,
ritual sintren akan dihentikan.
Untuk menjadi seorang sintren ada
persyaatan utama yang harus dipenuhi. Syarat-syarat tersebut adalah harus
seorang gadis yang masih perawan atau masih asli. Jika sudah tidak asli maka
roh yang diundang tidak dapat merasuk ke dalam diri sintren. Sintren diadakan
di tengah halam yang luas sebab para penduduk dari desa lain akan datang
menyaksikan sintren tersebut. Hal itu terjadi karena tidak di setiap desa, sintren
dapat diadakan. Mungkin dikarenakan adanya syarat-syarat tertentu yang
harus dipenuhi.
Di samping ritual minta hujan
sintren ditonton banyak orang sebagai hiburan. Maka dari itu sintren juga
sebagai pertunjukan budaya atau kesenian yang sangat digemari masyarakat. Ada
beberapa orang yang ikut terlibat dalam ritual atau pertunjukan sintren. Pertama
seorang pawang disebut MELANDANG, biasanya seorang perempuan yang dianggap
memiliki keahlian melakukan ritual memanggil roh yang akan merasuki sintren.
Kedua adalah BODOR yaitu dua orang pemuda sebagai pelawak ada juga yang
menyebut sebagai badud. Ketiga adalah penabuh gambang dan gendang sebagai
pengiring tarian sekaligus sebagai pemandu nyanyian pengiring.
RITUAL
Pengunjung sebagai penonoton
pertunjukan sintren duduk atau berdiri membentuk lingkaran atau bentuk dan
sesuai luas halaman. Di tengah lingkaran tersebut ritual pertunjukan sintren
tegalan dimulai dari menyediakan sarana khusus seperti kurungan ayam yang
bagian sisi. luarnya dikerudungi rapat-rapat dengan kain atau tapih ditaruh di
tengah lingkaran. Berikutnya menyediakan alat-alat rias yang berupa make up dan
perlengkapannya, pakaian perempuan yang terdiridari kain, baju kebaya, sanggul,
serta keperluan lain sepert sisir, cermin, dan lain-lain.
Melandang melakukan ritual bakar
kemenyan dengan doa-doa atau mantra-mantra yang telah dikuasai dengan menghadap
ke kurungan ayam. Pemeran sintren duduk di dekat melandang. Kemudian melandang
menaruh kelengkapan ritual seperti kain, baju kebaya, make up dan lain-lain
yang dimasukkan kedalam wadah dan ditaruh di depan sintren yang sedang duduk. Berikutnya
pemeran sintren ditutup dengan kurungan ayam yang dibalut dengan kain. Para
pengunjung bersama-sama menyanyikan lagu pengiring sedangkan melandang
melanjutkan membakar kemenyan sambil membaca doa atau mantra. Setelah kurang
lebih setengah jam kurungan yang berisi pemeran sintren dibuka atau di angkat.
Keajaiban terjadi dengan disaksikan oleh para pengunjung. Sintren yang semula
hanya berpakaian biasa kini sudah berpakaian rapi dengan riasan cantik, berkain
dan kebaya. Berikutnya sintren menari dengan gerakan yang indah sesuai dengan
iringan nyanyian para pengunjung yang dilengkapi bunyi gambang dan gendang
sebagai musik pengiring. Di tengah-tengah berjalannya tarian-tarian magis itu
sang bodor secara bergantian atau bersama-sama melakukan gerakan-gerakan yang
membuat pengunjung tertawa. Pengunjung yang membawa uang, biasanya kaum pria
melakukan balangan atau saweran yang ditujukan kepada sintren. Bagi pengunjung
yang balangannya tepat dengan sintren mendapat kesempatan untuk menari bersama
sintren. Pementasan sintren terus berjalan sampai tengah malam sampai sang
melandang mengurung kembali sintren dengan kurungan ayam. Tunggu beberapa saat
maka sintren telah kembali dengan pakaian seperti sebelum ritual dilaksanakan.
Ini menandakan bahwa pertunjukan atau ritual sintren telah selesai dan
pengunjung membubarkan diri.
Nyanyian Pengiring Sntren
Turun sintren
Sintre widadari
Nemu kembang yona-yoni
Kembange si jaya entrok
Kami jaya kami ranti
Ranti-ranti kang dadi
Aja sun agadri-gadri
Wira-wiri sun agawe
Mbalang-mbalang mumpung sore
Ora mbalang dudu wong kene
Awe-awe sing kalung anduk
Entenana neng
dalan prapatan"Turun turun sintren, sintrene widadari, nemu
kembang yun ayunan, nemu kembang yun ayunan, kembange Siti Mahendra, widadari
temurunan" Syair lagu pemanggil roh dewi lanjar mengalun mengiringi gemulai tarian penari lakon sintren. Sosok sintren yang berpenampilan khas, berselendang, bersolek dan berkacamata hitam, tiba2 terkulai tak sadarkan diri saat bunga kantil dilempar ke arahnya. Itu adalah adegan awal pentas teather yang digelar oleh siswa siswi dari SMA5 CIREBON yang tergabung dalam kelompok teather Kembang. Cerita yang skenarionya ditulis dan disutradarai oleh Rofi al Joe, guru bahasa Prancis disekolah ini, cukup memikat hati saya. Mengingat lakon sintren merupakan seni pertunjukan budaya khas masyarakat perbatasan wilayah Jawa barat- Jawa Tengah seperti Indramayu, Cirebon, Brebes, Banyumas dan Pemalang. Pemilihan lakon yang tepat, karena pentas teather ini disuguhkan bagi para siswa siswi SMA diwilayah Brebes dan Tegal. Sehingga disamping memperkenalkan dunia pertunjukan teather, para siswa juga diperkenalkan akan seni budaya daerah yang mereka sendiri. Mengingat saat ini seni pertunjukan sintren telah semakin langka, para generasi muda pun mulai jarang yang mengetahui akan keberadaan lakon ini. Dulu saat saya masih kanak kanak, seni pertunjukan sintren ini sering dipentaskan pada saat perhelatan pesta khitanan atau pesta pernikahan, sebagai tontonan untuk menghibur para tamu undangan. Namun saat ini pertunjukan tersebut semakin sulit dijumpai. Masyarakat lebih memilih menyuguhkan pentas dangdut atau organ tunggal ketimbang pentas seni budaya daerah seperti lakon sintren ini. Seni pertunjukan sintren sendiri merupakan pertunjukan seni tari yang mengandung unsur mistis. Awalnya seorang wanita yang hanya mengenakan kaos dan celana pendek diikat dan dimasukan ke dalam sebuah kurungan ayam yang ditutup kain hitam bersama seperangkat kostum dan kosmetik. Kemudian didendangkan lagu yang diiringi musik serta membakar dupa kemenyan untuk memanggil roh.Ketika lagu usai kurungan pun dibuka, si wanita didalamnya telah berganti kostum, bersolek lengkap dengan kacamata hitam. Konon Dewi lanjar telah masuk dalam raga penari tersebut, dan ternyata hanya wanita yang masih perawan saja yang raganya bisa dimasuki roh Dewi lanjar. Dalam pentas teather ini diceritakan bahwa pak karto mendapat orderan untuk mementaskan pertunjukan sintren. Karena uang tanggapan yang ditawarkan sangat besar menurut ukuran pak Karta, maka ia nekat membentuk group seni pertunjukan sintren dadakan, dengan merekrut para kerabat dekat dan memaksa anaknya sendiri, imah untuk menjadi lakon sintren. Awalnya istri pak karto, ibunya imah keberatan kalau putri mereka menjadi sintren, karena mitos yang beredar, wanita yang raganya pernah dimasuki dewi lanjar akan menjadi perawan tua atau mati sebelum menikah. Namun karena tak mampu melawan kehendak sang bapak, akhirnya imah menurut. Setelah group terbentuk, pak karto pun mengadakan uji coba latihan. Pak karto yakin imah bisa menjadi sintren karena ia masih perawan. Sayang, kenyataanya tak seperti yang dibayangkan, walau lagu berulang2 dinyanyikan, tapi Imah tak kunjung berubah menjadi penari sintren. Beranglah pak Karta melihat kenyataan ini, karena ini adalah pertanda bahwa Imah sudah tidak perawan lagi. Dengan kalap pak karta menjambak, mendorong dan memukul putrinya itu. Imah yang merasa bersalah hanya diam dan pasrah menerima perlakuan kasar dari sang bapak. Ibu imah menjerit jerit memohon suaminya untuk berhenti memukuli Imah, para pengiring musik pun lari tunggang langgang ketakutan, kecuali si Badrun penabuh gendang. Badrun yang sedari tadi hanya tertunduk ketakutan, akhirnya tak kuasa menahan diri melihat Imah disiksa sang bapak. Mengakulah ia, bahwa dialah yang telah merengut keperawanan imah. Pak karta semakin kalap, ia pun ganti menghajar dan menghunuskan keris ketubuh badrun. Imah yang melihat kekasihnya tergeletak bersimbah darah, akhirnya merebut keris dari tangan sang bapak. Imah memutuskan untuk mengakhiri hidupnya karena merasa bersalah dan sedih. Merasa bersalah karena telah mengecewakan orang tuanya, tak mampu menjaga kesucian diri. Merasa sedih karena kehilangan kekasihnya Badrun yang tewas ditangan ayahnya sendiri. Kisah yang berakhir sad ending ini cukup seru dan menarik untuk ditonton. Para pemainnya pun terlihat sangat menjiwai perannya masing masing, tak peduli dengan tawa riuh dan olok-olok rekan sesama siswa yang menonton pertunjukan mereka. Salut buat teather kembang SMA 5 CIREBON
Pada
bagian Balangan adalah saat penonton
melempar sesuatu kearah penari Sintren. Saat penari terkena lemparan itu maka
penari Sintren akan pingsan. Lalu pawang mendatangi penari yang pingsan
tersebut dan membacakan mantra dan mengusap wajah penari agar roh bidadari
datang lagi dan melanjutkan menarinya. Penonton yang melemparnya tadi di
perbolehkan untuk menari dengan penari Sintren. Pada bagian Temohan adalah bagian dimana para penari
Sintren dengan nampan mendekati penonton untuk meminta tanda terima kasih
dengan uang seiklasnya.
Untuk menjadi penari Sintren ada
beberapa syarat yang harus di miliki calon penari, terutama sebagai penari
Sintren harus masih gadis atau masih perawan karena penari Sintren harus dalam
keadaan suci. Selain itu para penari Sintren di wajibkan berpuasa terlebih
dahulu, agar tubuh si penari tetap dalam keadaan suci dan menjaga tingkah
lakunya agar tidak berbuat dosa dan berzina. Sehingga dapat menyulitkan bagi
roh ataun dewa yang akan masuk dalam tubuhnya.
Dalam pertunjukannya, Busana
yang di gunakan oleh penari Sintren adalah baju
golek, yaitu baju tanpa lengan yang biasa digunakan dalam tari golek. Pada
bagian bawah biasanya menggunakan kain
jarit dan celana cinde. Untuk
bagian kepala biasanya menggunakan jamang,
yaitu hiasan untaian bunga melati di samping kanan dan koncer di bagian kiri telinga. Aksesoris yang di gunakan biasanya
adalah sabuk, sampur, dan kaos kaki hitam/putih. Selain itu yang
juga sebagai ciri khas dari penari Sintren adalah kaca mata hitam yang
berfungsi sebagi penutup mata. Karena penari Sintren selalu memejamkan mata
saat keadaan trance atau kesurupan, selain itu juga sebagai mempercantik
penampilan.Dalam pertunjukan Tari Sintren juga di iringi oleh alat musik
seperti Gending. Dan di iringi dengan
lagu Jawa. Namun, pada saat ini alat musik yang digunakan adalah alat musik
modern seperti orkes.
Dalam perkembangannya, Tari
Sintren mulai tenggelam seiring dengan perkembangan jaman. Tarian ini
sudah jarang di tampilkan, sekalipun di daerah asalnya. Seiring dengan
perkembangan, Tari Sintren sudah banyak
perubahan pada bentuk aslinya. Banyaknya kreasi yang di tambahkan agar tarian
ini terlihat menarik. Tarian ini merupakan tarian yang langka dan jarang di
temukan. Selain dari segi artistic tarian ini juga memiliki nilai – nilai yang
dapat kita pelajari di dalamnya. Tari Sintren ini harus kita lestarikan dan di
jaga keberadaannya sebagai warisan budaya bangsa kita.
Nah cukup sekian pengenalan tentang
“Tari
Sintren tarian tradisional dari Jawa tengah”. Semoga bermanfaat dan
menambah pengetahuan anda tentang kesenian
tradisional di Indonesia.
Diwangkara sangar merupakan salah satun sintren yang
terkenal di kuningan bankya kostum juga dan bahan bahan dari kacamata dan baju ,
celana pakean juga banyak yg paling cocok untuk ade yg mau ikutin juga bias
mampir kesangar di daerah kuningan diwangkara juga bias untuk melombakan di
bagi daerah juga buat acara mau pun pertunjukan dimana aja di daerah tertentu.
Diwangkara juga banyak penghasilan di warga kuningan situh
juga bias juga di panggil ke acra acara ke sekolah juga bias hiburan paling
keren kuningan tuh sintren
membakar kemenyan
oleh sang dukun pawang dengan tujuan memohon perlindungan kepada sang Ghaib.
Sebelum pertunjukkan dimulai, ada beberapa tahap yang dilakukan, tahap pertama,
dukun mengikat wanita yang akan dijadikan sintren dengan tali. Tahap kedua,
calon penari sintren dimasukkan ke dalam kurungan besar yang didalamnya
terdapat busana dan perlengkapan merias wajah. Beberapa saat kemudian kurungan
dibuka, dan sintren telah berdandan, tetapi tangan masih terikat tali, kurungan
pun ditutup kembali.
Lagu-lagu yang dinyanyikan pun berbeda antara daerah satu
dengan lainnya, di Cirebon, yang dinyanyikan dalam pertunjukkan ini adalah lagu
Sunda, sedangkan di daerah pesisir Jawa Tengah (Cilacap, Pekalongan, dan
Brebes) lagu-lagunya ialah lagu dolanan Jawa, seperti Ilir-ilir, cublak-cublak
suweng, padang rembulan, unthuluwuk, pring reketek. Namun, lagu-lagu sunda juga
tetap dilantunkan dalam pertunjukkan
sintren Jawa, antara lain Cing Cangkeling, Pacublek-cublek uang, Slep dur, dan
Namu kita pernah
kwatir kelengaan kesenian ini di globalisasi dari sekitar juta lebih masyarakat
Indonesia ,ternyata masih ada melestarikan kesenian di tahun 3000.kesenian ini
pernah diangkat kedalam sebuah film local berjudul sintren oh sintren film
sindoro menceritakan tentang keingginan seseorang menghidupkan kembali tradisi
sintren.
Tari Sintren, Tari Pemanggil Hujan dari Pesisir Pantura
Indonesia memang kaya akan tradisi dan budaya. Bahkan untuk meminta hujan
banyak sekali ritual unik yang dipercaya masyarakat di beberapa daerah di
Indonesia salah satunya adalah Tari Sintren yang berasal dari daerah pesisir
utara pulau Jawa.Tari Sintren atau Lais adalah tarian yang beraroma magis, yang diadakan dalam upacara adat ketika musim kemarau untuk memohon hujan dan diadakan selama 40 malam berturut-turut. Pada hari terakhir, ada semacam sedekah.
Bentuk pertunjukan Sintren yaitu diperankan seorang gadis yang masih suci, dibantu oleh pawang dengan diiringi gending 6 orang. Gadis tersebut dimasukkan ke dalam kurungan ayam yang berselebung kain. Pawang/dalang kemudian berjalan memutari kurungan ayam itu sembari merapalkan mantra memanggil ruh Dewi Lanjar. Jika pemanggilan ruh Dewi Lanjar berhasil, maka ketika kurungan dibuka, sang gadis tersebut sudah terlepas dari ikatan dan berdandan cantik, lalu menari diiringi gending.
Seadangkan Lais yang memerankan adalah bujang (jejaka), juga harus yang masih
“murni”. Baik sintren ataupun Lais didampingi oleh Bodor (pelawak), sebanyak
dua orang. Tari-tarian itu dilakukan dalam keadaan tidak sadar atau kesurupan. Sintren/Laisan
Kesenian Sintren atau Laisan mulanya berasal dari
kisah legenda kasih asmara antara Sulandono yang merupakan putra Ki Baurekso
hasil perkawinan dengan Dewi Ratnasari dan Sulasih yang merupakan putri desa.
Namun hubungan asmara tersebut tidak mendapat restu Ki Baurekso. Akhirnya
Sulandono pergi bertapa dan Sulasih memilih menjadi penari, meskipun demikian
pertemuanSeorang gadis belia tampil di arena sambil membawa seperangkat pakaian
didampingi beberapa penari latar mendekati kurungan ayam yang dibungkus
kain batik. Sementara dalang membaca mantra sambil menghembuskan asap
dupa ke wajah dan sekeliling tubuh si gadis, lalu melibat dengan kain batik dan
mengikat badannya dengan seutas tali. Tubuh si Gadis terkulai. Setelah
dibungkus tikar, Dalang dan para pembantunya mengangkat tikar berisi tubuh
gadis tadi dan melemparnya. Namun yang tampak hanya tikar pandan melayang.
Tubuh si gadis tiba-tiba menghilang.Kemudian dalang dan pembantunya mengelilingi kurungan lagi-lagi mengasapinya dengan dupa. Sementara penari puteri lain tetap menari mengelilingi mereka seirama alunan lagu ‘Turun Sintren’ yang dinyanyikan pesinden. Saat dalang membuka kurungan ayam, tampak gadis yang semula terikat sudah terlepas dari ikatan dengan memakai pakaian tari dan kacamata hitam. Kembali dalang mengasapinya. Seketika itu pula, si gadis menari meski seakan tak sadarkan diri. Saat penonton melemparinya dengan uang, tubuhnya lemas tak berdaya. Lalu dalang membantunya berdiri. Demikian adegan itu dilakukan berulang-ulang.
Dipenghujung pertunjukan, dalang dan para penari mengelilingi kurungan ayam sambil mengembuskan asap dupa dan membacakan mantera . Penari utama yang tak sadarkan diri kembali masuk kedalam kurungan. Mantera kembali diucapkan dan asap dupa dihembuskan. Saat kurungan ayam dibuka, penari telah berganti pakaian semula.
Begitulah inti dari pertunjukkan Sintren yang biasa di gelar di daerah pesisir Jawa Barat dan perbatasan Jawa tengah, khususnya di kabupaten Subang, Indramayu, Cirebon, Kabupaten Majalengka, Kabupaten Brebes dan Pekalongan. Pertunjukkan yang tampak berbau mistis, berkaitan dengan perangkat sintren terdiri dari kurungan ayam ditutup kain, uang, tikar pandan, kain batik, tali, dupa, kemenyan dan pakaian pengganti.
Kurungan ayam mengandung makna bahwa hidup manusia mengalami fase melengkung seperti kurungan ayam. Manusia selalu berusaha menuju puncak, setelah berada di puncaknya akan kembali ke bawah. Dari tanah kembali ke tanah. Sementara uang yang dilempar ke penari sintren dan membuat penari terjatuh mengandung makna bahwa manusia selalu mendahulukan kebutuhan duniawi. Harta yang bisa menjatuhkan manusia.
Grup sintren biasanya terdiri dari dalang dan 2 sampai 3 pembantu dalang, 4 orang nayaga, 3 orang pesinden, 4 orang penari latar, seorang penari utama. Seluruh penari Sintren harus gadis belia yang masih perawan.
Sintren berasal dari kata “sindir” dan “tetaren” (pertanyaan melalui syair yang perlu dipikirkan jawabannya). Selain dari kisah perjuangan pemuda-pemuda Cirebon lewat syair-syair penyemangat dalam pagelaran Sintren, kesenian di Cirebon ini juga menampilkan lirik-lirik legenda romantisme antara Selasih dan Sulanjana yang populer dikalangan masyarakat Jawa. Sintren biasanya dipertontonkan saat pesta rakyat khususnya setelah panen padi.
Kesenian Sintren diperankan seorang gadis yang
masih suci dibantu oleh pawang (mlandang) diiringi lagu-lagu pujian dan iringan
karawitan seadanya. Dalam perkembangannya tari Sintren sebagi hiburan budaya,
kemudian dilengkapi oleh penari pendamping dan bodor (lawak).
Dalam permainan kesenian rakyat ini juga terdapat
sosok Dewi Lanjar yang sangat berpengaruh dalam pertunjukkan Sintren. Dewi
Lanjar merupakan roh (indhang) yang diundang untuk memasuki tubuh sang penari
Sintren).
Kehadiran Dewi Lanjar yang merasuk pada tubuh
penari Sintren inilah yang membuat sang penari terlihat lebih cantik dan lebih
lincah mempesona saat membawakan tarian tersebut.
Fungsi Sintren dalam Rangkaian Upacara Sedekah Laut di Kalurahan Karangasem Kecamatan Batang - Kabupaten Batang
Sumarni, Titik
(1999) Makna dan Fungsi Sintren dalam Rangkaian Upacara Sedekah Laut di
Kalurahan Karangasem Kecamatan Batang - Kabupaten Batang. S1 thesis,
Institut Seni Indonesia Surakarta. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk
mengetahui apa yang melatarbelakangi diselenggarakannya upacara sedekah laut di
Kelurahan Karangasem Kecamatan Batang Kabupaten Batang. Selain itu juga ingin
mengetahui pertunjukan Sintren dalam upacara sedekah laut, serta ingin
mengetahui makna dan fungsi Sintren bagi kehidupan masyarakat Karangasem.
Hetodologi yang digunakan adalah deskriptif yaitu menceritakan kejadian yang
sesuai dengan kenyataan di lapangan. Langkah-langkah penelitian menggunakan
teknik pengumpulan data melalui studi pustaka, observasi, dan wawancara. Untuk
membahas data-data yang terkumpul digunakan pendekatan ilmu-ilmu sosial dan
ilmu budaya. Dengan metode dan pedekatan tersebut diharapkan dapat menjawab
makna dan fungsi Sintren dalam rangkaian upacara sedekah laut. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa Sintren merupakan salah satu dari sekian jenis kesenian
rakyat yang ada di daerah Batang. Pertunjukan kesenian Sintren mempunyai makna
atau lambang bagi masyarakat.Hakna dalam kesenian Sintren dapat dilihat melalui
gerak pola lantai, iringan dan tembang, serta aspek-aspek pendukung
pertunjukan. Pola lantai mempunyai makna kesuburan dan kebersamaan. Iringan dan
tembang mempunyai kekuatan magis yang dapat mempengarui keadaan alam. Aspek
pendukung pertunjukan terdiri dari kurungan ayam, kacamata hitam, selendang dan
sesaji. Kurungan ayam lambangkan persatuan dan kesatuan, juga hubungan manusia
dengan Tuhannya. Kacamata melambangkan kemuliaan dan sebagai tolak bala.
Selendang melambangkan pergaulan. Sedangkan sesaji melarubangkan hubungan yang
terdapat dalam setiap kehidupan manusia, baik kepada Tuhannya, alam sekitar
maupun dengan dirinya sendiri. Disamping itu pertunjukan Sintren dalam
rangkaian upacara sedekah laut di Kelurahan Karangasem mempunyai fungsi sebagai
pemenuhan kebutuhan hidup serta memperkuat jaringan sosial. Pertunjukan Sintren
juga tidak lepas dari aspek komunikasi dan aspek estetik. Sintren dalam
rangkaian upacara sedekah laut merupakan bagian integral yang tidak bisa
dipisahkan. Keduanya saling mendukung, saling mengisi dan merupakan bagian dari
kehidupan masyarakat Karangasem.
Sintren di Indonesia
Sintren di Indonesia biasanya ditemukan di sepanjang pesisir utara Jawa Barat dan Jawa Tengah. Beberapa foto yang kami dapatkan menunjukkan tarian ini sedang dipertontonkan di Indramayu, Jawa Barat dan Pemalang, Jawa Tengah.Situs Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang mendaftar berbagai warisan budaya Indonesia memberi penjelasan tentang asal mula sintren. Tiga penjelasannya memberi pemahaman yang sangat berbeda tentang asal usul dan makna di balik tarian ini. Ada yang menyebut sintren berarti si putri, lainnya menyebut soal santri, atau dari ‘sintru’ yang berarti angker.
Penari Sintren memperhatikan pengasuhnya dalam kondisi trance (tidak sadar) saat tampil di Desa Banyumudal, Pemalang, Jateng, Minggu (18/1). Kesenian Sintren dari kelompok Sintren Rahasia Mistis Tari Sintren
ASAL USUL TARI SINTREN
Sintren adalan kesenian tari tradisional
masyarakat Jawa, khususnya di Cirebon. Kesenian ini terkenal di pesisir utara
Jawa Barat dan Jawa
Tengah, antara lain di Indramayu, Cirebon, Majalengka,
Jatibarang, Brebes, Pemalang,Banyumas,Kabupaten Kuningan, dan Pekalongan.
Kesenian Sintren dikenal juga dengan nama lais. Kesenian Sintren dikenal
sebagai tarian dengan aroma mistis/magis yang bersumber dari cerita cinta kasih
Sulasih dengan Sulandono.
Kesenian Sintren berasal dari kisah Sulandono
sebagai putra Ki Bahurekso Bupati Kendal yang pertama hasil perkawinannya
dengan Dewi Rantamsari yang dijuluki Dewi Lanjar. Raden Sulandono memadu kasih
dengan Sulasih seorang putri dari Desa Kalisalak, namun hubungan asmara
tersebut tidak mendapat restu dari Ki Bahurekso, akhirnya R. Sulandono pergi
bertapa dan Sulasih memilih menjadi penari. Meskipun demikian pertemuan di
antara keduanya masih terus berlangsung melalui alam gaib.
Pertemuan tersebut diatur oleh Dewi Rantamsari yang memasukkan roh bidadari
ke tubuh Sulasih, pada saat itu pula R. Sulandono yang sedang bertapa dipanggil
oleh roh ibunya untuk menemui Sulasih dan terjadilah pertemuan di antara
Sulasih dan R. Sulandono. Sejak saat itulah setiap diadakan pertunjukan sintren
sang penari pasti dimasuki roh bidadari oleh pawangnya, dengan catatan bahwa
hal tersebut dilakukan apabila sang penari masih dalam keadaan suci (perawan).
sintren jg mempunyai keunikan tersendiri yaitu terlihat dari panggung alat-alat
musiknya yang terbuat dari tembikar atau gembyung dan kipas dari bambu yang
ketika ditabuh dengan cara tertentu menimbulkan suara yg khas.Sintren diperankan seorang gadis yang masih suci, dibantu oleh pawang dengan diiringi gending 6 orang. Dalam perkembangannya tari sintren sebagai hiburan budaya, kemudian dilengkapi dengan penari pendamping dan bodor (lawak).
Kata Sintren di bangun oleh 2 kata yaitu si dan
tren, “si” atau “ia” dan tren atau tri yang berarti “putri”, jadi arti dari
sintren adalah “ia putri”, maksud nya yang sebenarnya menari bukan lah si
penari sintren, namun roh seorang putri, yaitu sulasih, atau biasa di sebut Rr.
Ratnamsari.
MAKNA TARI SINTREN
Makna simbolis pertunjukan sintren terdapat pada
struktur pembentuk pertunjukan yang meliputi:
1) pemain atau pelaku yang memfokuskan pada penari sintren2) perlengkapan pertunjukan meliputi kurungan, kemenyan, sesaji, tali dan doa
3) Gerak
4) Iringan dan Tembang
5) Tata rias wajah rambut dan tatarias busana
6) Penonton yang mengikuti adegan temohan dan balangan
pertunjukan sintren diawali dengan penari sintren
yang diikat tangannya oleh pawang kemudian dimasukan ke dalam kurungan. Penari
sintren dapat berhias didalam kurungan sempit dalam keadaan tangan terikat
dengan waktu yang singkat dan tak sadarkan diri. Setelah ditandai dengan
bergetarnya kurungan, keluarlah sosok wanita cantik dari balik kurungan lengkap
dengan kacamata hitam siap menari tanpa sadarkan diri (kesurupan).
Namun, blog Arsip Budaya Nusantara menyatakan hal yang berbeda. Sintren mereka yakini adalah permainan di kalangan kaum ibu dan anak-anak mereka yang tengah menunggu suami atau ayah pulang dari mencari ikan di laut, sampai kemudian berproses menjadi sesuatu yang sakral. Budaya sintren juga menurut mereka relatif baru munculnya, yaitu pada 1940an. Mereka juga mencatat ada penari sintren yang diikat dengan tali tambang, ada yang dimasukkan dalam kurungan, namun yang pasti kacamata hitam selalu jadi bagian dari tarian ini.
Budayawan Cirebon, Bambang Irianto mengaku tidak sepakat jika kesenian tari sintren mengandung unsur mistis. Menurut dia, hal-hal berbau mistis itu tidak ada, dan murni hanya sebagai sarana hiburan rakyat saja.
"Jadi, begini, kalau ada orang yang bilang saat ia bermain sintren, lalu dimasukin oleh sosok bidadari itu, sebenarnya tidak benar. Itu cuma rahasia 'perusahaan', " kata Bambang kepada Okezone, Jumat (22/3/2019).
Menurutnya, semua elemen yang ada pada kesenian sintren, sebenarnya hanya sebuah simbol belaka. Masyarakat kata dia, boleh saja menafsirkan sendiri simbol-simbol tersebut.
"Kesenian itu kan bersifat netral, tergantung orangnya menafsirkan untuk kebutuhan apa," ujarnya.
Sejarah kesenian sintren sendiri menurut Bambang masih menyisakan misteri. Sebab, jika berbicara tentang sejarah, maka setidaknya harus ada sesuatu yang membuktikannya, baik itu berupa catatan atau benda-benda peninggalan di zaman itu. Menurutnya, sintren pada awalnya, merupakan sarana hiburan bagi masyarakat nelayan yang ada di pesisir Subang hingga Jepara.
"Sintren berjalan begitu saja. Awalnya hanya sebagai sarana hiburan bagi masyarakat nelayan yang ada di pesisir Subang hingga Jepara," tutur Bambang.
Lantas, bagaimana agama Islam memaknai kesenian sintren ini?. Ulama sekaligus pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) Buntet Cirebon, KH Adib Roffiudin menjelaskan, secara syariat, kesenian sintren sejatinya tidak melanggar. Sebab, seni tari itu hanya menjadi sarana hiburan masyarakat semata.
"Secara adat sintren ini tidak melanggar syariat, karena hanya menjadi tanggapan (hiburan) masyarakat," kata Kiai Adib.
Senada, Dekan Fakuktas Ushuludin, Adab, dan Dakwah (FUAD) IAIN Syekh Nurjati Cirebon, Hajam menyebut bahwa integarsi antara agama dan budaya tercermin dalam kesenian sintren.
Menurutnya, pada era penyebaran Islam oleh para Wali Songo, kesenian sintren ditampilkan sebagai hiburan rakyat dengan nilai-nilai Islam yang sudah dimasukkan ke dalamnya.
"Para wali dulu, budaya dan seni tidak dihilangkan. Tapi bersikap familiar. Ini yang disebut sebagai islamisasi kultur atau islamisasi budaya," kata Hajam.
Ketika ada segelitir orang yang mengatakan kalau kesenian sintren itu musyrik, Hazam justru memiliki pandangan berbeda. Ia secara gamblang menyebut, kesenian sintren tidaklah musyrik, karena musyrik sendiri artinya percaya atau meyakini sesuatu selain Allah SWT. Meski konon disebutkan bahwa atraksi sintren turut melibatkan hal-hal bersifat 'gaib'.
"Sebenarnya tidak musyrik. musyrik sendiri artinya percaya atau meyakini sesuatu selain Allah. Sintren itu kan hanya kesenian," tuturnya.
Menurut Hajam, banyak sekali elemen sintren yang mengandung nilai-nilai ajaran agama Islam. Di antaranya, bentuk kurungan ayam yang melengkung. Hal ini bermakna bahwa fase hidup manusia ialah dari bawah akan berusaha menuju puncak.
"Namun setelah berada di puncak, ia akan kembali lagi ke bawah, yakni dari tanah kembali menjadi tanah, dilahirkan dalam keadaan lemah nantinya kembali lagi keadaan yang lemah pula," kata Hajam menandaskan.
Menurut informasi yang dirangkum Okezone dari berbagai sumber, nama sintren sendiri berasal dari dua suku kata, yakni kata sindir dan tetaren. Dua kata tersebut memiliki arti, menyindir menggunakan syair-syair sajak.
Awalnya kegitan, ini merupakan aktivitas pemuda, yang saling bercerita dan memberikan semangat satu sama lain, khususnya, setelah kekalahan besar pada perang Besar Cirebon yang berakhir sekitar tahun 1818.
Ada juga yang menyebut, kalau kata sintren berasal dari dua kata si dan tren, yang artinya adalah 'ia putri', maknanya sebenarnya yaitu, yang menari bukan lah si penari sintren, tapi roh seorang putri.
Dalam versi ini, sintren sendiri mengisahkan, soal kisah percintaan Ki Joko Bahu dengan Rantamsari, yang tidak disetujui oleh Sultan Agung, sang Raja Mataram. Kemudian, karena tak diberi restu, akhirnya Ki Joko Bahu dan Rantamsari dipisahkan.
Saat hendak dipisahkan, tersiar kabar jika Ki Joko Bahu meninggal. Akan tetapi, Rantamsari tetap mencari kekasihnya dengan menyamar sebagai penari sintren, karena merasa tidak percaya. Kesenian sintren pun hingga kini masih tetap lestari dan kerap dipertunjukkan di kampung-kampung saat acara tertentu seperti hajatan pernikahan, khitanan dan sebagainya.
Di Balik Nama Betawi (2)
Kembali pada kisah sebelumnya, Mataram mengirim
utusan ke Banten agar tunduk dalam kekuasaan Mataram. Banten menolak. Mataram
saat kepemimpinan Sultan Agung adalah juga keturunan Pajang. Maka Pajang masih
bersikap mendukung Mataram. Jayalengkara (Adipati Surabaya) terang-terangan
menentang Mataram.
Posisi Surabaya sebagai kota Pelabuhan, merasa di atas angin dari Mataram. Mataram menyerang Surabaya secara periodik, membendung Sungai Mas. Kala itu Sungai menjadi sumber penghidupan Surabaya. Surabaya bertahan atas serangan Mataram, karena mendapat suplai air serta bahan mentah dari Madura, sebagai gudang pelabuhan. Bahan makanan dikirim dari Sukadana (Kalimantan sebelah barat daya).
Sultan Agung Mataram menjajagi kemungkinan memanfaatkan VOC di Batavia untuk membantunya menyerang Surabaya. VOC menolak membantu Mataram. Dengan penolakan VOC, Mataram mengirim utusan ke Banten untuk bersekutu melawan Surabaya. Banten menolak pula bersekutu dengan Mataram.
Akhirnya Mataram, merekrut Bahureksa (Bupati Kendal), diangkat menjadi Tumenggung Mataram, untuk menghancurkan Sukadana serta Madura. Dengan dihancurkannya Sukadana serta Madura oleh Tumenggung Bahureksa, Surabaya berhasil dikuasai Mataram. Pelabuhan Surabaya ditutup oleh Mataram. Mataram hanya mengandalkan pertanian.
Mataram menyusun rencana menaklukkan Banten dan Batavia. Sultan Agung menyandera keluarga kerajaan Cirebon agar Cirebon mau menjadi kaki-tangan Mataram dalam penyerangan Mataram ke Batavia. Dengan keberhasilan menghancurkan Sukadana serta Madura, Tumenggung Bahureksa diperintah untuk menyerang Batavia. Tumenggung Bahureksa beserta pasukan dari Mataram berangkat ke Batavia. Mereka bermarkas di pinggir hutan Jatinegara, tempat itu kemudian dikenal sebagai Matraman (Mataraman).
Tanpa di duga, mereka bertemu dengan pasukan Pangeran Jayakarta (kini benar-benar telah ditinggal gugur oleh Pangeran Jayakarta). Bersama, mereka menyerang VOC. Namun mengalami kegagalan.
Mendengar kegagalan serangan oleh Tumenggung Bahureksa, Sultan Agung Mataram mengirim pasukan algojo untuk mengeksekusi. Bahureksa berhasil selamat lalu bersembunyi di Pekalongan. Masyarakat Pekalongan adalah masyarakat binaan Bahureksa, bahkan selalu menjadi tempatnya melarikan diri. Bahureksa sendirilah yang babat alas di tempat ini, yang ketika tapa brata sempat diganggu oleh Dewi Lanjar.
Di Kendal, istri Bahureksa, bernama Rantamsari, mendengar kabar kematian suaminya oleh pasukan algojo Mataram. Dengan membawa serta sapu tangan pemberian suaminya, Rantamsari berangkat ke Batavia menyamar sebagai rombongan penari ronggeng. Rantamsari sendiri yang menjadi penari sambil mengibar-ngibarkan sapu tangan pemberian suaminya.
Di Matraman, rombongan mereka pun bertemu dengan sisa-sisa pasukan Pangeran Jayakarta. Sisa-sisa pasukan ini bergabung dengan rombongan penari kemudian balik arah ke Pekalongan. Karena hal inilah asimilasi terjadi. Tembang pembuka dan penutup adalah kode agar bisa dikenali oleh para veteran pasukan sandi Pangeran Jayakarta. Penari pun diganti dengan penari gadis. Jadilah pertunjukan Sintren. Selama perjalanan, rombongan ini semakin bertambah jumlahnya, karena bergabungnya sisa-sisa pasukan sandi Pangeran Jayakarta. Di Cirebon, rombongan ini terpecah. Banyak dari mereka kemudian berniat mukim di sini, dekat makam Fatahillah. Sisanya meneruskan perjalanan ke Pekalongan. Yang mukim di Cirebon, pun kadang-kadang masih melakukan pertunjukan Sintren.
Sultan Agung Mataram melanjutkan serangan kedua. Lumbung padi besar didirikan di Cirebon dan Karawang secara rahasia untuk mendukung rencana serangan Mataram.
Namun VOC telah mengantisipasi serangan Mataram. Hutan Jatinegara dibabat. Karena Hutan Jatinegara biasa digunakan untuk tempat bersembunyi pasukan Mataram.
Pasukan Mataram kali ini membendung kemudian mengotori sungai Ciliwung. Batavia kekurangan air bersih untuk minum. Tinja pun menumpuk karena tak bisa dibuang lewat sungai. Hal ini menimbulkan wabah kolera di Batavia. JP Coen sendiri tewas karena wabah itu.
Tibalah saatnya pukulan besar oleh Mataram, dilakukan ke arah benteng VOC.
Pasukan Mataram kali ini adalah jawara-jawara sakti pilihan, dianggap lebih
sakti dari Tumenggung Bahureksa.Posisi Surabaya sebagai kota Pelabuhan, merasa di atas angin dari Mataram. Mataram menyerang Surabaya secara periodik, membendung Sungai Mas. Kala itu Sungai menjadi sumber penghidupan Surabaya. Surabaya bertahan atas serangan Mataram, karena mendapat suplai air serta bahan mentah dari Madura, sebagai gudang pelabuhan. Bahan makanan dikirim dari Sukadana (Kalimantan sebelah barat daya).
Sultan Agung Mataram menjajagi kemungkinan memanfaatkan VOC di Batavia untuk membantunya menyerang Surabaya. VOC menolak membantu Mataram. Dengan penolakan VOC, Mataram mengirim utusan ke Banten untuk bersekutu melawan Surabaya. Banten menolak pula bersekutu dengan Mataram.
Akhirnya Mataram, merekrut Bahureksa (Bupati Kendal), diangkat menjadi Tumenggung Mataram, untuk menghancurkan Sukadana serta Madura. Dengan dihancurkannya Sukadana serta Madura oleh Tumenggung Bahureksa, Surabaya berhasil dikuasai Mataram. Pelabuhan Surabaya ditutup oleh Mataram. Mataram hanya mengandalkan pertanian.
Mataram menyusun rencana menaklukkan Banten dan Batavia. Sultan Agung menyandera keluarga kerajaan Cirebon agar Cirebon mau menjadi kaki-tangan Mataram dalam penyerangan Mataram ke Batavia. Dengan keberhasilan menghancurkan Sukadana serta Madura, Tumenggung Bahureksa diperintah untuk menyerang Batavia. Tumenggung Bahureksa beserta pasukan dari Mataram berangkat ke Batavia. Mereka bermarkas di pinggir hutan Jatinegara, tempat itu kemudian dikenal sebagai Matraman (Mataraman).
Tanpa di duga, mereka bertemu dengan pasukan Pangeran Jayakarta (kini benar-benar telah ditinggal gugur oleh Pangeran Jayakarta). Bersama, mereka menyerang VOC. Namun mengalami kegagalan.
Mendengar kegagalan serangan oleh Tumenggung Bahureksa, Sultan Agung Mataram mengirim pasukan algojo untuk mengeksekusi. Bahureksa berhasil selamat lalu bersembunyi di Pekalongan. Masyarakat Pekalongan adalah masyarakat binaan Bahureksa, bahkan selalu menjadi tempatnya melarikan diri. Bahureksa sendirilah yang babat alas di tempat ini, yang ketika tapa brata sempat diganggu oleh Dewi Lanjar.
Di Kendal, istri Bahureksa, bernama Rantamsari, mendengar kabar kematian suaminya oleh pasukan algojo Mataram. Dengan membawa serta sapu tangan pemberian suaminya, Rantamsari berangkat ke Batavia menyamar sebagai rombongan penari ronggeng. Rantamsari sendiri yang menjadi penari sambil mengibar-ngibarkan sapu tangan pemberian suaminya.
Di Matraman, rombongan mereka pun bertemu dengan sisa-sisa pasukan Pangeran Jayakarta. Sisa-sisa pasukan ini bergabung dengan rombongan penari kemudian balik arah ke Pekalongan. Karena hal inilah asimilasi terjadi. Tembang pembuka dan penutup adalah kode agar bisa dikenali oleh para veteran pasukan sandi Pangeran Jayakarta. Penari pun diganti dengan penari gadis. Jadilah pertunjukan Sintren. Selama perjalanan, rombongan ini semakin bertambah jumlahnya, karena bergabungnya sisa-sisa pasukan sandi Pangeran Jayakarta. Di Cirebon, rombongan ini terpecah. Banyak dari mereka kemudian berniat mukim di sini, dekat makam Fatahillah. Sisanya meneruskan perjalanan ke Pekalongan. Yang mukim di Cirebon, pun kadang-kadang masih melakukan pertunjukan Sintren.
Sultan Agung Mataram melanjutkan serangan kedua. Lumbung padi besar didirikan di Cirebon dan Karawang secara rahasia untuk mendukung rencana serangan Mataram.
Namun VOC telah mengantisipasi serangan Mataram. Hutan Jatinegara dibabat. Karena Hutan Jatinegara biasa digunakan untuk tempat bersembunyi pasukan Mataram.
Pasukan Mataram kali ini membendung kemudian mengotori sungai Ciliwung. Batavia kekurangan air bersih untuk minum. Tinja pun menumpuk karena tak bisa dibuang lewat sungai. Hal ini menimbulkan wabah kolera di Batavia. JP Coen sendiri tewas karena wabah itu.
Pasukan VOC nyaris kehabisan peluru (bedil maupun meriam). Mereka mengganti peluru mereka dengan tinja (memang berserakan di sekitar mereka). Ternyata ampuh. Banyak dari para jawara ini kehilangan kesaktian saat mereka berlumuran tinja.
Pasukan Mataram yang tersisa, melarikan diri. Pasukan Mataram ini membersihkan diri di sungai Ciliwung yang mereka bendung. Sambil bersungut-sungut, Pasukan Mataram ini mengulang-ulang kata,
senian Sintren Dangdut merupakan kesenian tradisional masyarakat pantura Kabupaten Pemalang. Sintren yang dikenal oleh masyarakat sebagai kesenian yang religius dan sakral yang berkembang di dalam masyarakat. Kesenian Sintren Dangdut Lintang Kemukus memiliki keunikan pada busana yaitu menggunakan tangtop dan rok mini. Pertunjukan Sintren musik dangdut menggunakan gamelan seperti kendhang, gambang, saron, sentit, gong,kempuldan nyanyian dangdut khas pantura di dalam pertunjukan sehingga menjadi Sintren Dangdut. Tujuan dari peneliti ini adalah untuk mengetahui bentuk pertunjukan Sintren Dangdut di Desa Paduraksa Kecamatan Pemalang Kabupaten Pemalang. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah metode kualitatif yang bersifat deskriptif. Teknik pengumpulan data meliputi teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi. Wujud data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data dan informasi yang berkaitan dengan Sintren Dangdut, kemudian dianalisis. Proses analisis meliputi pengumpulan data, reduksi data, display data, dan penarikan kesimpulan. Teknik pemeriksaan keabsahan data menggunakan trianggulasi yaitu trianggulasi sumber, trianggulasi teknik, dan trianggulasi waktu. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa bentuk pertunjukan Sintren Dangdut Lintang Kemukus ini telah dimodifikasi dengan musik iringan dangdut, busana yang berbeda dan elemen-elemen pertunjukan terdiri dari Pelaku, Gerak, Musik, Rias, Busana, Properti, Tata Pentas, Tata Suara, Penonton, dan Urutan Pertunjukan. Pelaku pada pertunjukan Sintren Dangdut meliputi Sintren Dangdut, Pawang, Kemladhang, Dayang, Sinden, Pemusik. Perlengkapan pertunjukan berupa Kurungan, Layah/cobek, Dupa, Arang, Sesaji. Urutan pertunjukan terdiri dari babak yaitu babak awal pertunjukan, babak bagian pertunjukan, dan babak akhir pertunjukan.
Pertunjukan Sintren Dangdut
berkembang pada masyarakat di wilayah Jawa Tengah khususnya di Cirebon.
Kesenian Sintren Dangdut juga terkenal di pesisir Utara Jawa Barat dan Jawa
Tengah, antara lain Indramayu, Cirebon, Majalengka, Jatibarang, Brebes, Cirebon,
Pemalang, Tegal, Banyumas, Kuningan, dan Pekalongan. Kesenian Sintren dikenal
sebagai tarian dengan aroma mistis/magis yang bersumber dari cerita cinta kasih
Sulasih dengan Sulandono. Raden Sulandono memadu kasih dengan Sulasih seorang
putri dan Desa Kalisalak, namun hubungan asmara tersebut tidak mendapat restu
dari Ki Bahurekso, akhirnya R. Sulandono pergi bertapa dan Sulasih memilih
menjadi penari. Pertemuan diantara keduanya masih terus berlangsung melalui
alam gaib. Pertemuan tersebut diatur oleh Dewi Rantamsari yang memasukkan roh
bidadari ketubuh Sulasih, pada saat itu pula R. Sulandono yang sedang bertapa
dipanggil oleh roh ibunya untuk menemui Sulasih dan terjadilah pertemuan
diantara Sulasih dan R. Sulandono. Sejak saat itulah setiap diadakan
pertunjukan Sintren sang penari dimasuki roh bidadari oleh pawangnya, dengan
catatan sang penari masih dalam keadaan suci (perawan). Gadis tersebut
dimasukkan kedalam kurungan ayam yang berselebung kain. Pawang/dalang kemudian
berjalan memutari kurungan ayam sembari mantra memanggil ruh Dewi Lanjar. Jika
berhasil kurungan dibuka sang gadis sudah terlepas dari ikatan dan berdandan
cantik. Kesenian Sintren Dangdut Lintang Kemukus mengkolaborasikan pertunjukan
Sintren dengan Dangdut. Penselitian ini dilaksanakan karena masyarakat menyukai
gabungan kesenian Sintren dengan Dangdut tersebut,
3 kemudian gabungan kesenian ini diberi nama
kesenian Sintren Dangdut yang disukai oleh masyarakat dengan ciri Dangdut
Pantura tersebut. Kesenian Sintren Dangdut merupakan gabungan dari kesenian
Sintren dengan Dangdut, jadi dalam pertunjukannya bukan hanya sekedar Sintren
melainkan dengan diiringi musik Dangdut ikut bergabung bersamanya. Pertunjukan
Sintren Dangdut mulai banyak peminatnya baik dari orang tua maupun remaja.
Pertunjukan Sintren Dangdut Lintang Kemukus tampil bergantung pada permintaan
yang punya pesta atau hajat, biasanya ada ketika ada acara pesta atau hajatan
(nikahan, khitanan, ulang tahun), dan perayaan hari besar tersebut. Sintren
Dangdut Lintang Kemukus mempunyai ciri khas dari busana dan iringan musik yaitu
pada busana penari yang biasanya menggunakan kebaya, rompi, kain untuk bawahan,
celana cinde (celana tiga perempat yang panjangnya sampai lutut, sampur, jamang
(hiasan rambut), kaos kaki, dan kacamata hitam. Busana penari Sintren Dangdut
Lintang Kemukus saat menari menggunakan busana baju tangtop, kaos kaki panjang,
rok pendek, jamang, dan kacamata hitam yang berfungsi sebagai penutup mata.
Iringan musik pada kesenian Sintren Dangdut Lintang Kemukus yaitu musik
Dangdutan yang berciri khas Pantura. Sintren Dangdut Lintang Kemukus inilah
yang menarik penonton lebih menikmati pertunjukan Sintren yang tidak
membosankan dengan busana yang berbeda dan iringan musik yang tidak monoton
yaitu musik khasnya orang PanturPertunjukan
Sintren Dangdut berkembang pada masyarakat di wilayah Jawa Tengah khususnya di
Cirebon. Kesenian Sintren Dangdut juga terkenal di pesisir Utara Jawa Barat dan
Jawa Tengah, antara lain Indramayu, Cirebon, Majalengka, Jatibarang, Brebes, Cirebon,
Pemalang, Tegal, Banyumas, Kuningan, dan Pekalongan. Kesenian Sintren dikenal
sebagai tarian dengan aroma mistis/magis yang bersumber dari cerita cinta kasih
Sulasih dengan Sulandono. Raden Sulandono memadu kasih dengan Sulasih seorang
putri dan Desa Kalisalak, namun hubungan asmara tersebut tidak mendapat restu
dari Ki Bahurekso, akhirnya R. Sulandono pergi bertapa dan Sulasih memilih
menjadi penari. Pertemuan diantara keduanya masih terus berlangsung melalui
alam gaib. Pertemuan tersebut diatur oleh Dewi Rantamsari yang memasukkan roh
bidadari ketubuh Sulasih, pada saat itu pula R. Sulandono yang sedang bertapa
dipanggil oleh roh ibunya untuk menemui Sulasih dan terjadilah pertemuan
diantara Sulasih dan R. Sulandono. Sejak saat itulah setiap diadakan
pertunjukan Sintren sang penari dimasuki roh bidadari oleh pawangnya, dengan
catatan sang penari masih dalam keadaan suci (perawan). Gadis tersebut
dimasukkan kedalam kurungan ayam yang berselebung kain. Pawang/dalang kemudian
berjalan memutari kurungan ayam sembari mantra memanggil ruh Dewi Lanjar. Jika
berhasil kurungan dibuka sang gadis sudah terlepas dari ikatan dan berdandan
cantik. Kesenian Sintren Dangdut Lintang Kemukus mengkolaborasikan pertunjukan
Sintren dengan Dangdut. Penelitian ini dilaksanakan karena masyarakat menyukai
gabungan kesenian Sintren dengan Dangdut tersebut,
3 kemudian gabungan
kesenian ini diberi nama kesenian Sintren Dangdut yang disukai oleh masyarakat
dengan ciri Dangdut Pantura tersebut. Kesenian Sintren Dangdut merupakan
gabungan dari kesenian Sintren dengan Dangdut, jadi dalam pertunjukannya bukan
hanya sekedar Sintren melainkan dengan diiringi musik Dangdut ikut bergabung
bersamanya. Pertunjukan Sintren Dangdut mulai banyak peminatnya baik dari orang
tua maupun remaja. Pertunjukan Sintren Dangdut Lintang Kemukus tampil
bergantung pada permintaan yang punya pesta atau hajat, biasanya ada ketika ada
acara pesta atau hajatan (nikahan, khitanan, ulang tahun), dan perayaan hari
besar tersebut. Sintren Dangdut Lintang Kemukus mempunyai ciri khas dari busana
dan iringan musik yaitu pada busana penari yang biasanya menggunakan kebaya,
rompi, kain untuk bawahan, celana cinde (celana tiga perempat yang panjangnya
sampai lutut, sampur, jamang (hiasan rambut), kaos kaki, dan kacamata hitam.
Busana penari Sintren Dangdut Lintang Kemukus saat menari menggunakan busana
baju tangtop, kaos kaki panjang, rok pendek, jamang, dan kacamata hitam yang
berfungsi sebagai penutup mata. Iringan musik pada kesenian Sintren Dangdut
Lintang Kemukus yaitu musik Dangdutan yang berciri khas Pantura. Sintren
Dangdut Lintang Kemukus inilah yang menarik penonton lebih menikmati
pertunjukan Sintren yang tidak membosankan dengan busana yang berbeda dan
iringan musik yang tidak monoton yaitu musik khasnya orang Pantur